Kalau udah lulus emang mau kemana ?

Hampir setiap mahasiswa yang lulus dari kuliah tentunya lega, seneng, mbungahi … syukuran. Apalagi sudah lulus dapet ijazah dan diwisuda. Serasa tugas dipundak sudah hilang semua, sudah boleh bebas tidak lagi dikejar-kejar dosen. Itu tuh dosen yg dengan kasih-sayangnya mengomel sambil njenggung kepala murid-muridnya yang sering bandel tidak mengerjakan tugas.

Ada beberapa jalan yang dapat diambil seorang lulusan baru. Jalan-jalan yang ada tidak hanya satu. Banyak jalan menuju sukses, kan ? Paling tidak ada tiga jalan yang bias dipilih setelah lulus sarjana : 1) Mencari kerja (menjadi pekerja), 2) menciptakan lapangan kerja atau 3) sekolah lagi.

Jalan yang dipilih oleh lulusan baru (fresh graduate) ini paling banyak adalah bekerja mencari uang. Namun selain ada juga jalan lain yang dapat ditempuh yaitu meneruskan kuliah lagi. Yang lulus S1 dapat meneruskan ke jenjang S2, yang lulus S3 dapat meneruskan program doktoral (S3). Lah yang lulus doktoral (S3), masih bisa ambil postdoc (post doctoral).

“Lah, trus kalau abis doktoral ngapain lagi Pakdhe ?” “Yo sekolah terus ga popo, tole. Sekolah itu artinya belajar. Sekolah ada kelulusannya, tetapi belajar kagak ada brentinya.”

Lulus bukanlah berarti berhenti belajar. Lulus hanyalah sebuah terminal atau bahkan halte dalam perjalanan hidup. Ingat halte bukanlah tujuan, halte hanyalah tempat singgah. Belajar itu sendiri merupakan sebuah keharusan, selama masih hidup. JAngan dikira kalau sudah bekerja ngga perlu belajar lagi.
Menjadi pekerja - Bekerja untuk orang lain

Whallah, ini mah yang paling sering dilakukan lulusan baru, yaitu mencari pekerjaan. Caranya ? Ya, jalan-jalan sepanjang jalan protokol di Jakarta sambil nenteng map berisi ijazah S1. Mungkin dilengkapi dengan fotokopi kelakuan baik, surat kesehatan dari dokter, serta surat lamaran yang ditulis tangan dibubuhi meterai.

Apa anda masih akan berfikir begitu juga nantinya ?

Tentunya tidak lagi lah. Saat ini sudah jamannya global, sudah jamannya dijital. Surat lamaran, ijazah, pas foto serta surat keterangan lain sudah dalam “supir jempol” alias thumbdrive. Mencari pekerjaanpun bukan lagi mendatangi kantor-kantor dan menyerahkan surat lamaran nitip lewat kawan, saudara, kakak alumni dsb.

Yang penting intinya yaitu sebenarnya mencari informasi pekerjaan Informasi ini dapat diperoleh lewat Koran, iklan internet lewat web perusahaan yang diinginkan, ataupun lewat web headhunter (perusahaan yang mencarikan pekerjaan. Info ini bahkan lewat mailing list. Surat lamaran serta dokumen yang diperlukanpun hanya dikirim melalui email. Jadi mencari pekerjaan saat ini dapat dilakukan dimana saja, tanpa harus mendatangi kantor pusat yang seringkali justru menghabiskan biaya.
Menciptakan lapangan kerja - Bekerja untuk diri sendiri

Dari pengamatan selintas (bukan survey nyaintifik tentunya), banyak sekali atau hampir semua pengusaha atau entrepreneur yg berhasil menciptakan lapangan kerja adalah mereka-mereka yg pernah “mengenyam” sebagai pekerja. Paling tidak pernah merasakan sebagai pekerja.

Secara umum (lagi-lagi pengamatan sepintas saja), paling tidak para pencipta lapangan kerja ini pernah menjadi pekerja selama 5 tahun. Artinya ada proses “sekolah” atau belajar mencari uang yang dimulai dari menjadi pekerja dahulu. Fresh graduate di benaknya selalu berusaha mencari kerja (hampir smua) sebagai pegawai, karena mungkin belum yakin atau tidak ada keyakinan akan kesuksesan, atau bahkan brangkali tidak tahu lika-liku mencari keuntungan bisnis yg bukan dari sekedar memperoleh gaji. Baru kemudian karena jiwa entrepreneurnya yang sudah ada dari sononya akhirnya muncul dan menjadi dominant setelah beberapa tahun bekerja.

Kemunculan jiwa bisnis pengusaha-pengusaha inipun macam-macam alasannya:
- Ada yg karena perusahaannya bangkrut sehingga di PHK, kemudian berusaha mencari kerja lain ternyata memang susah dan “terpaksa” mencari makan sendiri dimana coba-coba menjalankan bisnis. Banyak yg sukses karena adanya “keterpaksaan” ini.
- Ada juga pengusaha baru yang karena mendapatkan pesangon kemudian mencoba langsung berbisnis dan sukses. Walaupun ada juga yg kembali menjadi pekerja karena secara mental belum siap menjadi pengusaha yg mandiri.
- Namun ada juga yg karena tahu bahwa sebenernya “gaji” yg diperolehnya tidak sepadan atau tidak seperti yg diharapkan. Faktor ketidakpuasan ini akhirnya memicu utk keluar dari pekerjaan dan akhirnya membuat usaha mandiri.

Rata-rata orang Indonesia sendiri tidak (belum kuat) memiliki mentalitas bekerja mandiri. Ntah nantinya, kalau dipepet terus, termasuk dipepetin temen-temen untuk berusaha mandiri. Keinginan untuk mandiri ini selalu “menghantui” beberapa pekerja yang sudah mapan juga.

Menurut pemikiran sederhana ini rasanya sulit seseorang yang lulus langsung dapat menjadi seorang entrepreneur, walopun bukan hal yg tidak mungkin. Peluang selalu saja ada, keberanian mencoba hal baru itu itu yg tidak mudah.

dimuat di Wartateknik, Edisi 3, Vol II, September 2007.
sumber : Rovicky